Sudah
sebulan lebih tak terasa blog ini hanya berisi artikel comotan saja.
Walau dicomot dari berbagai sumber sahih tak seru bila saya tak ikut
berteriak disini, 'Ini 'kan blog gue! :P'. Soo... saya putuskan
untuk membuat sebuah catatan pendek tapi panjang (hahaha!) tentang
beberapa hal yang masih berputar-putar di kepala saya sampai
sekarang. Sebuah catatan tentang hubungan antara sepeda modifikasi
dengan upaya mainstreaming brand image. Upaya ini bisa ditempuh lewat
banyak cara tapi sepertinya media yang bisa dengan cepat merenggut
perhatian banyak orang sekarang adalah media gambar bergerak seperti
televisi atau internet. Penyebaran melalui media yang cukup sporadis
telah membuat dunia seakan tiada lagi sekat sehingga dimana pun kau
berada dan beruntung memiliki koneksi ke media-media itu niscaya kau
tak akan tertinggal satu update pun.
Soo…
let’s get started…
Merk
dagang atau bahasa kerennya, brand image telah diberi pengertian oleh
Wikipedia sebagai, "nama, istilah, desain, simbol, atau fitur
lain yang mengidentifikasikan barang atau jasa dengan membedakan satu
penjual dengan penjual yang lainnya."
Barang
atau jasa selalu menuntut untuk dijual bukan?... kecuali kamu hanya
akan menyimpannya sebagai persediaan selama musim dingin :p . Nyaris
setiap barang atau jasa yang memiliki nilai komersial pasti tidak
akan lepas dari yang namanya image atau bahasa simpelnya pencitraan.
Pencitraan dengan kata dasar citra memiliki arti sebagai gambaran yg
dimiliki orang banyak mengenai pribadi, perusahaan, organisasi, atau
produk. Pencitraan sangat besar pengaruhnya terhadap nilai jual suatu
barang atau jasa sekaligus menentukan tingkat loyalitas penikmatnya.
Khusus di ulasan ini ingin saya tekankan kepada sebuah barang
berwujud sepeda modifikasi yang dalam cakupan luasnya meliputi
lowrider, cruiser, klunkerz, boardtrack, chopper dan lain sebagainya
tapi biar mudah nulisnya kita sebut saja lowrider.
Sebuah
kultur yang mengakar kuat di negaranya sendiri, itulah lowrider.
Semenjak, si raja modifikasi otomotif, George Barris meng-kustom-sasi
Schwinn Sting-Ray untuk serial The Munster, sejak itu pula kultur
gokil ini menyeruak menjalar kemana saja. Banyak anak-anak kala itu
keranjingan dengan lowrider dan salah satu yang banyak tertulis di
literatur adalah anak-anak ras Amerika Latin (Chicano/Mexican).
Mereka yang telah terinfeksi karena melihat gaya muscle car kemudian
menerapkan kepada sepeda masing-masing dengan alasan kustomisasi
sepeda itu lebih murah daripada mobil.
Amerika
Serikat adalah epicentrum dari geliat kreatif ini jadi sebuah
kewajaran saat banyak momen untuk bisa menikmati penampakan lowrider
nyaris di semua media seperti, film, iklan bahkan video klip band
maupun penyanyi solo. Sejak sekitar tahun 1900-an mereka telah
memproduksi sepeda ini, sehingga lumrah saja kalau bisa begitu lekat
dengan keseharian warganya dan telah menjadi bagian dari budaya asli
mereka.
Coba
saja kamu cek video klip band seperti, Good Charlotte (The Anthem),
The Baseballs (Hello), Green Day (Waiting), Rancid (Ruby Soho), video
dari penyanyi solo seperti, Ke$ha (Tik Tok), Inoj (Time After Time)
dan masih banyak lagi kalau saja saya niat observasi lebih dalam.
Lalu
ada juga segelintir contoh beberapa film yang mengambil setting
sekitar tahun 1950-an seperti, Back To The Future, Giant Robot,
Beethoven 2, Pee Wee Big Adventure, Indiana Jones and The Kingdom Of
Crystal Skull. Disana kamu bisa menjumpai sepeda jenis cruiser
menjadi bagian dari properti dalam salah satu scene.
Brand
sepeda yang telah berproduksi sejak jaman jebot dan kebanyakan tumbuh
di tanah Amerika seperti Schwinn, Murray, Huffy, Monark dan lainnya
telah melahirkan pencitraan yang kuat tentang bagaimana rutinitas
masyarakat disana. Kultur menyehatkan ini dimulai dari satu term
saja, yakni sepeda, dan pada akhirnya mereka berhasil menyumbangkan
banyak hal bagi dunia. Mulai dari bagaimana bersikap, pilihan genre
musik, fashion hingga sejarah panjang literatur persepedaan.
Secara
sederhana, evolusinya bisa dirunut seperti ini, medio 1970-an,
sekelompok remaja di California selatan mencoba mendobrak kemapanan
dengan bermain tanah mengendarai Schwinn Sting-Ray layaknya motocross
yang pada akhirnya melahirkan jenis sepeda BMX (bicycle motocross).
Di
sudut lain Amerika, segerombolan generasi menolak tua di daerah Marin
County berlomba-lomba menaiki cruiser menuruni perbukitan dengan
rusuhnya. Merekalah Klunkerz, sebuah geng yang telah menyumbangkan
nama personelnya masing-masing sebagai pelopor trend mountain bike
modern.
Sedangkan
di ranah kompetitif, ada jenis sepeda khusus adu kecepatan,
boardtrack dan gravity bike yang menampilkan sisi sportif sekaligus
outlaw yang kuat.
Oh...
yaa... ada salah satu hal seru yang pernah saya tangkap adalah
kuatnya pencitraan lowrider tehadap dua genre besar musik dunia,
yaitu Hip Hop dan Punk. Seakan-akan kultur lowrider hanya berkutat
diantara hal-hal tersebut. Dan sayangnya, masih banyak orang enggan
belajar sampai ke akarnya. Mereka telanjur merasa nyaman berada di
dalamnya sehingga menjadi sangat enggan menjauh dari zona kenyamanan.
Dan
saat modernisasi kian menghinggapi kita semua seperti saat ini,
posisi kultur ini pun makin terlihat perkasa sebagai kultur uzur yang
enggan hancur. Kini kultur lowrider telah berhasil menjadi besar dan
melebar bahkan menyebar ke seantero dunia.
Kultur
lowrider berhasil membentuk suatu ciri khas yang kemudian digunakan
oleh kebanyakan masyarakat sebagai label untuk mengklasifikasikan
jenis sepeda ini. Sayangnya, kadangkala klasifikasi itu malah menjadi
upaya pengkotakan yang kurang relevan sehingga menimbulkan stigma
tertentu di sebagian orang tentang sepeda lowrider. Pengkotakan
itu memunculkan anggapan bahwa sepeda lowrider itu hanya sepeda yang
mengutamakan gaya dan dengan bangganya telah menempatkan unsur fungsi
serta kenyamanan bukan di urutan pertama.
Dan sebagai penutup, tidak
selamanya pencitraan itu menciptakan dampak sesuai apa yang
diharapkan.
'Be wise with every step you make'