Laman

Kamis, 16 Februari 2012

Kustom Bike Branding V.1 : Kekuatan Kultur Kustom

Sudah sebulan lebih tak terasa blog ini hanya berisi artikel comotan saja. Walau dicomot dari berbagai sumber sahih tak seru bila saya tak ikut berteriak disini, 'Ini 'kan blog gue! :P'. Soo... saya putuskan untuk membuat sebuah catatan pendek tapi panjang (hahaha!) tentang beberapa hal yang masih berputar-putar di kepala saya sampai sekarang. Sebuah catatan tentang hubungan antara sepeda modifikasi dengan upaya mainstreaming brand image. Upaya ini bisa ditempuh lewat banyak cara tapi sepertinya media yang bisa dengan cepat merenggut perhatian banyak orang sekarang adalah media gambar bergerak seperti televisi atau internet. Penyebaran melalui media yang cukup sporadis telah membuat dunia seakan tiada lagi sekat sehingga dimana pun kau berada dan beruntung memiliki koneksi ke media-media itu niscaya kau tak akan tertinggal satu update pun.

Soo… let’s get started… 
 
Merk dagang atau bahasa kerennya, brand image telah diberi pengertian oleh Wikipedia sebagai, "nama, istilah, desain, simbol, atau fitur lain yang mengidentifikasikan barang atau jasa dengan membedakan satu penjual dengan penjual yang lainnya." 
 
Barang atau jasa selalu menuntut untuk dijual bukan?... kecuali kamu hanya akan menyimpannya sebagai persediaan selama musim dingin :p . Nyaris setiap barang atau jasa yang memiliki nilai komersial pasti tidak akan lepas dari yang namanya image atau bahasa simpelnya pencitraan. Pencitraan dengan kata dasar citra memiliki arti sebagai gambaran yg dimiliki orang banyak mengenai pribadi, perusahaan, organisasi, atau produk. Pencitraan sangat besar pengaruhnya terhadap nilai jual suatu barang atau jasa sekaligus menentukan tingkat loyalitas penikmatnya. Khusus di ulasan ini ingin saya tekankan kepada sebuah barang berwujud sepeda modifikasi yang dalam cakupan luasnya meliputi lowrider, cruiser, klunkerz, boardtrack, chopper dan lain sebagainya tapi biar mudah nulisnya kita sebut saja lowrider. 

 

Sebuah kultur yang mengakar kuat di negaranya sendiri, itulah lowrider. Semenjak, si raja modifikasi otomotif, George Barris meng-kustom-sasi Schwinn Sting-Ray untuk serial The Munster, sejak itu pula kultur gokil ini menyeruak menjalar kemana saja. Banyak anak-anak kala itu keranjingan dengan lowrider dan salah satu yang banyak tertulis di literatur adalah anak-anak ras Amerika Latin (Chicano/Mexican). Mereka yang telah terinfeksi karena melihat gaya muscle car kemudian menerapkan kepada sepeda masing-masing dengan alasan kustomisasi sepeda itu lebih murah daripada mobil.



Amerika Serikat adalah epicentrum dari geliat kreatif ini jadi sebuah kewajaran saat banyak momen untuk bisa menikmati penampakan lowrider nyaris di semua media seperti, film, iklan bahkan video klip band maupun penyanyi solo. Sejak sekitar tahun 1900-an mereka telah memproduksi sepeda ini, sehingga lumrah saja kalau bisa begitu lekat dengan keseharian warganya dan telah menjadi bagian dari budaya asli mereka.







Coba saja kamu cek video klip band seperti, Good Charlotte (The Anthem), The Baseballs (Hello), Green Day (Waiting), Rancid (Ruby Soho), video dari penyanyi solo seperti, Ke$ha (Tik Tok), Inoj (Time After Time) dan masih banyak lagi kalau saja saya niat observasi lebih dalam.



Lalu ada juga segelintir contoh beberapa film yang mengambil setting sekitar tahun 1950-an seperti, Back To The Future, Giant Robot, Beethoven 2, Pee Wee Big Adventure, Indiana Jones and The Kingdom Of Crystal Skull. Disana kamu bisa menjumpai sepeda jenis cruiser menjadi bagian dari properti dalam salah satu scene. 


Brand sepeda yang telah berproduksi sejak jaman jebot dan kebanyakan tumbuh di tanah Amerika seperti Schwinn, Murray, Huffy, Monark dan lainnya telah melahirkan pencitraan yang kuat tentang bagaimana rutinitas masyarakat disana. Kultur menyehatkan ini dimulai dari satu term saja, yakni sepeda, dan pada akhirnya mereka berhasil menyumbangkan banyak hal bagi dunia. Mulai dari bagaimana bersikap, pilihan genre musik, fashion hingga sejarah panjang literatur persepedaan.


Secara sederhana, evolusinya bisa dirunut seperti ini, medio 1970-an, sekelompok remaja di California selatan mencoba mendobrak kemapanan dengan bermain tanah mengendarai Schwinn Sting-Ray layaknya motocross yang pada akhirnya melahirkan jenis sepeda BMX (bicycle motocross). 


 

Di sudut lain Amerika, segerombolan generasi menolak tua di daerah Marin County berlomba-lomba menaiki cruiser menuruni perbukitan dengan rusuhnya. Merekalah Klunkerz, sebuah geng yang telah menyumbangkan nama personelnya masing-masing sebagai pelopor trend mountain bike modern.







Sedangkan di ranah kompetitif, ada jenis sepeda khusus adu kecepatan, boardtrack dan gravity bike yang menampilkan sisi sportif sekaligus outlaw yang kuat. 





Oh... yaa... ada salah satu hal seru yang pernah saya tangkap adalah kuatnya pencitraan lowrider tehadap dua genre besar musik dunia, yaitu Hip Hop dan Punk. Seakan-akan kultur lowrider hanya berkutat diantara hal-hal tersebut. Dan sayangnya, masih banyak orang enggan belajar sampai ke akarnya. Mereka telanjur merasa nyaman berada di dalamnya sehingga menjadi sangat enggan menjauh dari zona kenyamanan.



Dan saat modernisasi kian menghinggapi kita semua seperti saat ini, posisi kultur ini pun makin terlihat perkasa sebagai kultur uzur yang enggan hancur. Kini kultur lowrider telah berhasil menjadi besar dan melebar bahkan menyebar ke seantero dunia.




Kultur lowrider berhasil membentuk suatu ciri khas yang kemudian digunakan oleh kebanyakan masyarakat sebagai label untuk mengklasifikasikan jenis sepeda ini. Sayangnya, kadangkala klasifikasi itu malah menjadi upaya pengkotakan yang kurang relevan sehingga menimbulkan stigma tertentu di sebagian orang tentang sepeda lowrider. Pengkotakan itu memunculkan anggapan bahwa sepeda lowrider itu hanya sepeda yang mengutamakan gaya dan dengan bangganya telah menempatkan unsur fungsi serta kenyamanan bukan di urutan pertama. 



Dan sebagai penutup, tidak selamanya pencitraan itu menciptakan dampak sesuai apa yang diharapkan.

'Be wise with every step you make'

Kamis, 09 Februari 2012

Gravity Bike : Sepeda Modif Raja Turunan



Gravity bike adalah olahraga bersepeda yang mirip dengan bersepeda gunung tapi ada perbedaan paling mendasar yaitu, gravity bike hanya menuruni bukit beraspal atau jalan raya menurun dengan sepeda ban berukuran 20” yang dirakit khusus tanpa menggunakan crank atau pedal dan sepenuhnya hanya mengandalkan kekuatan gravitasi bumi.


Jadi, Gravity bike tergolong olahraga sepeda yang disetting khusus untuk mencapai kecepatan maksimal. Sepeda ini mampu mencapai kecepatan 90 mph bahkan bisa lebih cepat. Gravity bike pertama kali mencuat di Amerika Serikat dan Australia sejak tahun 1970. Namun mampu berkembang pesat sekitar tahun 1990. Sayang tidak banyak yang bisa mendokumentasikan sejarah olahraga ini. Namun sebagai salah satu olahraga yang telah berjaya selama kurang lebih 30 tahun, kini perkembangan teknologi gravity bike pun semakin berkembang pesat. Salah satunya dengan adanya IGSA (International Gravity Sport Association), sebuah organisasi olahraga yang mengandalkan gravitasi bumi makin membuat gravity bike berkembang lebih baik dan lebih terorganisir.




Ciri khas Gravity bike adalah :
  1. Gravity bike biasa memakai rangka sepeda BMX atau sejenisnya yang sengaja ditelanjangi lalu dibalik hingga 180 derajat.
  2. Instalasi seat post yang sengaja dilas mati dengan posisi agak ke belakang dan cukup rendah berguna untuk mencapai posisi paling aerodinamis pengendaranya.
  3. Sebagai ganti tidak dipakainya crank maka dipasangkan pads (pijakan kaki) sedangkan handlebar (stang) sengaja diturunkan ke posisi dropdown sehingga posisi pengendaranya menyerupai orang tengkurap.
  4. Perlengkapan standar gravity bike adalah sarung tangan kulit, helm full face, wearpack, sepatu, dll. Sangat mengutamakan safety riding sesuai regulasi yang telah ditetapkan.

Sedangkan di Indonesia, gravity bike berkembang seru di daerah Bandung yang dipelopori oleh salah satu dedengkot sepeda modifikasi disana. Dialah Aji Agoesdji, yang pertama kali mengaplikasikan frame cruiser 20” yang biasa dipakai kebanyakan anak sepeda modifikasi sebagai basis membangun sepeda lowrider. Dia merakit nyaris semua koleksi gravity bike-nya dengan frame tersebut, dan mengapa dia melakukan hal itu, mari kita interogasi…




Sebagai salah satu orang yang menginovasi frame rainbow sebagai Gravity bike, sudah berapa lama bang Aji bermain Gravity Bike?
Saya pertama kali bermain gravity bike di tahun 2009. Awalnya saya browsing segala literatur tentang gravity bike via internet dengan melihat secara teknik sampai bagaimana cara gravity bike berjalan. Dan akhirnya saya mencoba dengan beberapa kawan di klub saya (R2 Team Cruiser Bandung).



Saya memakai basic frame cruiser 20” karena didasari kecintaan saya pada scene lowrider. Saya mulai kembali meriset ulang sampai pada akhirnya adiksi karena bisa merasakan kecepatan maksimal saat mengendarai gravity bike. Kecepatan tertinggi yang pernah saya capai saat itu adalah 125 km/jam, waktu mencoba track di bukit Bedugul, Bali. Kini beberapa klub yang menggemari jenis sepeda olahraga ini dan tersebar seantero Indonesia, kita himpun dalam IGS (Indonesia Gravity Sport). 



Apa yang melatarbelakangi bang Aji bermain Gravity Bike, apa saja yang menjadi kendala?
Melihat Gravity bike sebagai olahraga yang kompetitif, apa ada event yang sedang disiapkan akhir-akhir ini?
Untuk kendala mungkin hanya tempat saja, karena tidak banyak tempat di Indonesia yang memiliki medan turunan yang sesuai kualifikasi. Di Bandung, ada beberapa lokasi yang cukup memadai, salah satunya di Stamfort, Dago. Oh iya… kita juga akan mengadakan beberapa seri kompetisi gravity bike mengambil lokasi di Bandung tahun ini (2012) dan untuk regulasi kompetisi kita menggunakan standar internasional.



 
Apa yang sebenarnya yang membedakan Cruiser dengan Gravity Bike?
Perbedaan cruiser dengan dengan gravity bike secara umum mungkin terlihat bahwa gravity bike sama sekali tidak menggunakan pedal dan hanya mengandalkan gaya gravitasi bumi melalui medan turunan sedangkan cruiser diciptakan sebetulnya untuk kenyamanan pengendaranya saat beraksi di jalanan kota. Cruiser bisa dibilang adalah fashion dimana untuk beberapa kawan sebagai mahakarya yang gak bisa dibandingkan dengan sepeda lain pada umumnya.


Untuk posisi pengendaraannya mungkin tidak jauh beda seperti motor dragbike atau road race sedangkan cara kerjanya hanya butuh dorongan yang kuat dan yang pasti butuh jalan menurun minimum 35 derajat sampai dengan 45 derajat dengan panjang track minimum 800 meter sampai 1,6 km.




Apa saja sparepart yang diperlukan untuk membangun Gravity Bike? Apa ada aturan baku tertentu?

Bila menggunakan standar gravity bike yang saya rakit, sparepart yang dibutuhkan yaitu frame cruiser, bmx atau frame trial bike dengan ukuran roda 20''. Pemakaian ban diharapkan menggunakan merk Maxxis dan hub roda bisa mengaplikasikan bearing atau hub bmx lubang 36 pada umumnya. Untuk stang bisa memakai asli dari mtb, bmx atau kalo mau lebih berkarakter sebaiknya modifikasi. 

Pemakaian rem minimal dengan V-brake atau kalau mau lebih bagus pakai rem cakram baik itu sistem kabel maupun hidrolis. Khusus untuk hidrolis disarankan untuk menggunakan dot3 atau dot 4, jangan pakai mineral oil karena cenderung panas dan berpotensi sering macet saat beraksi di atas sepeda.







Usaha apa saja yang sudah dilakukan bang Aji untuk menyebarkan virus Gravity Bike?
Usaha penyebaran virus yang sudah saya dilakukan salah satunya melalui media televisi (diliput Trans 7), koran, radio dan internet (diulas Sportku.com). Mungkin waktu yang akan berbicara untuk perkembangan lebih lanjutnya... Alhamdulillahnya, total pemain gravity bike yang terdaftar sekitar 35 orang baik laki-laki maupun perempuan yang tersebar di beberapa kota di Indonesia. Pemainnya gak banyak tapi hobi kita tersalurkan, khusus bagi speed addict, gravity bike sangatlah menantang karena memiliki sisi variasi yang menegangkan.


Kira-kira bagaimana bang Aji melihat prospek Gravity Bike di scene sepeda tanah air?
Melihat prospeknya di masa pendatang akan makin banyak pemain baru berdatangan, walau mungkin tidak akan naik secara drastis karena sepeda jenis ini memang memerlukan cukup keberanian untuk mencobanya.




Apa harapan bang Aji terhadap perkembangan Gravity Bike di tanah air ke depannya?
Harapan saya hanya satu, kita bisa tetap berkendara dengan kecepatan tinggi tanpa polusi dan yang pasti kita disini cinta dengan sepeda modifikasi hanya mungkin dengan jalur yang nyeleneh dari sepeda pada umumnya… karena kami punya motto ‘NO PEDAL NU PENTING KAWANI’ yang artinya ‘ga pake pedal yang penting punya keberanian’ (bahasa sunda, red.)

ID Facebook Group :
Indonesia Gravity Sport

Weblog :

Sebuah upaya mempertahankan eksistensi dalam dunia seni sepeda modifikasi dengan diferensiasi yang menakjubkan, itulah Aji Agoesdji yang menyebarluaskan wabah gravity bike ber-frame cruiser yang sangat inspiratif. Kamu juga seorang penggemar sepeda modifikasi yang menggilai kecepatan?... Sok atuh dicoba :)

Official Gravity Bike Video (Australia)

Dari berbagai sumber :
http://www.igsaworldcup.com
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=10293680
http://www.gravitybike.com.au/about/about-this-site/
http://astridvaniata.blogspot.com/2010_04_01_archive.html
http://sepeda.sportku.com/album/view/3928-gravity-bike-pemuja-turunan